July….
Some part of me does not accept the idea that i’ve given up
Why is it we only feel the thorns in our feet when we stop running?
So…We must keep going, keep going fast….
Re-Unifikasi Hati
Ada keping berhamburan, pada sisa ruas jalan yang kulalui kemaren. Keping berwarna biru kusam dengan sudut-sudut runcing.
Keping itu bagian dari AKU. Meloncat keluar dari AKU yang tak kuat lagi menampungnya.
Jangan tanya sisa perihnya…. Biar kusimpan di kedalaman, suatu saat ia menjelma pupuk dan menyuburkanku kembali.
Sesaat kuberhenti, hasrat ingin memunguti keping-keping itu, menggumpalkannya, kususun ulang dengan kesabaran empu, lalu kumasukkan kembali dalam diriku.
Rindu kesatuan seperti dulu…sebelum kuhafal 12 abjadmu.
Rindu akan re-unifikasi hati.
Tapi kuurungkan niatku, biarlah keping biru kusam itu terhampar di situ. Biar menjadi penanda jalan, bahwa aku telah melewatinya, tak boleh disesali, dan tak boleh kembali.
Bekas perjalanan yang ingin kumuliakan namun menyesatkan....
Catch The Rainbow
When evening falls
She’ll run to me
Like whispered dreams
Your eyes can’t see
Soft and warm
She’ll touch my face
A bed of straw
Against the lace
* we believed we’d catch the rainbow
Ride the wind to the sun
Sail away on ships of wonder
But life’s not a wheel
With chains made of steel
So bless me come the dawn
Come the dawn
Datanglah dengan senyum, pergilah dengan damai.
Belajar dari pengalaman seorang kawan yang senantiasa berayun dari satu titik ekstrim ke titik ekstrim lainnya, aku tersadar bahwa di kehidupan ini kita memang dilarang untuk “Menyukai sesuatu terlalu dalam atau sebaliknya membenci sesuatu secara berlebihan”.
Menyukai sesuatu terlalu dalam biasanya akan bergerak menjadi membencinya mati-matian ketika rasa suka itu dicabut dari hati kita. Bagai sekeping matang uang logam, satu sisinya bertulis “suka” dan sisi lainnya “benci”.
Biasanya kita lebih memilih tenggelam dalam salah satu rasa itu….Benci atau Suka. Saat benci, kita takut sesuatu yang kita benci itu hadir dalam kehidupan kita. Saat suka kita takut kehilangan sesuatu yang kita sukai itu.
Dan ketakutan kemudian menjadi pendorong terkuat kehancuran kita. Kenapa? Karena dunia yang perkasa ini dengan mudah memutar rasa benci dan suka di hati kita. Para ulama menyebutnya sebagai Sunnatullah, filosof/cerdik pandai menyebutnya hukum alam dan hukum sejarah yang kuat nan berkuasa. Ketika kita takut terhadap sesuatu, namun sesuatu tersebut justru mendatangi kita dengan semena-mena.
Adakah manusia yang terbebas dari ketakutan. Jelas tidak ada. Yang bisa dilakukan hanyalah mengelola dan mengendalikan ketakutan tersebut. Dan untuk mencapai ke tahap bisa mengelola kita diminta menjawab satu pertanyaan: “Bagaimana engkau melihat ketakutanmu sendiri?”.
Dan jawaban terhadap pertanyaan itu berkait dengan pertanyaan sebelumnya: “Bagaimana engkau melihat rasa suka dan rasa benci di hatimu sendiri?”.
Dus..tanpa harus terkesan mengamini Vetty Vera sebaiknya kita memang memainkan peran “yang sedang-sedang saja” di kehidupan ini.
Apalagi di kolong langit ini tiada satupun yang bisa bertahan menjadi kesukaan abadi atau kebencian abadi. Semuanya bercampur, bergumul, dan saling mengaliri. Rumi berkata: “Tuhan dan Setan berbaur di dunia, lalu kenapa engkau mati-matian berusaha mengenyahkan salah satunya dari dunia ini?”
Tapi “yang sedang-sedang saja” bukanlah dalam pengertian tiada keyakinan, tiada pilihan, netral (non-blok) yang kesemuanya menjurus pada perilaku tidak bermoral. Makna yang benar adalah: Lakukan sesuatu yang kamu ingini dengan sepenuh hati, dan siapkan dirimu untuk meninggalkannya jika kamu rasa tidak ada manfaatnya lagi untuk kebaikanmu. Datanglah dengan senyum dan pergilah dengan damai.