Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Bukan Resolusi

Apakah resolusi tahunan kita perlukan? Kenapa kita tetap membuatnya meskipun hampir semua target setahun meleset atau melenceng arahnya? Untuk apa? Para motivator meyakinkan kita bahwa pencanangan target tahunan perlu kita lakukan, setidaknya membuat kita tetap fokus dengan tahap-tahap dan arah hidup kita, pertanyaannya: apakah mereka sendiri merasakan perjalanan hidupnya seperti kotak-kotak tabel target yang diciptakannya? Wallahu A’lam, aku sendiri berharap hidupku tidak kering dari kejutan, sentakan, dan inspirasi yang meluap-luap. Aku tak suka tabel.

Jadi tulisan ini aku niatkan bukan sebagai resolusi tahun 2010. Kalau sampeyan bertanya, loh kok mirip? Ya.. biarin.. wong tulisan-tulisanku sendiri, kenapa sampeyan ribut, hehehe

Aku tak bicara tahun 2010, aku bicara tentang apa yang kuharapkan saat ini, sesuatu yang menurutku penting kukerjakan dan kutuntaskan.

Pertama dan utama, aku merasa malu banget dengan sindiran masyarakat kenapa S2 ku tak pernah kelar, malah pindah-pindah jurusan sampai 3 kali. Maka menuntaskan sekolah adalah prioritasku saat ini. Untuk itu, sepanjang semester kemaren aku rajin menampakkan diri di Salemba, fotocopy buku, menyesuaikan diri dengan generasi adek-adek fresh graduate teman sekelas, menyembunyikan identitas terutama kepada teman-teman yang kebetulan aktivis, mengerjakan semua critical review mingguan dan tugas-tugas makalah, menyiapkan dan mulai memikirkan rencana tesis, dll, dll.

Dan ternyata sekolah itu berat, aku baru sadar sebagian kecerdasan bawaanku (cuih) mulai berkurang, apalagi bila ada tugas yang menuntut penerjemahan dari Bahasa Inggris. Heran sekali karena sekarang aku tak bisa menambah memori untuk satu vocabulary baru, duuh gusti.. Jika kamus itu bisa kucantelkan di leherku. Untungnya aku masih punya sejumput sikap, walau setiap ada tugas terjemahan selalu ingat temanku yang bernama Erma, aku tetap keukeuh dan nyaris sombong… ini harus kulakukan sendiri. Wajib hukumnya!!.

Kedua dan juga utama, ternyata pengendalian hati adalah tugas sepanjang masa, tak peduli apakah kita masih remaja atau mendekati bapuk seperti aku ini. Jagalah hati, hormati perasaan & martabat orang lain, tapi juga bersikap adillah kepada diri sendiri. Jika menghadapi urusan yang tak bisa kita selesaikan dan malah menimbulkan mudlarat kepada kita sendiri, maka jauhilah tapi jangan pernah membenci. Kalau anda masih bingung apa yang kumaksud dengan hati, ya ituuu.. perasaan, kasih sayang a.k.a cinta atau sebutan apapun yang relevan.

Orang Jawa bilang “welas asih” mungkin padanan Indonesianya adalah “empati”. Aku sungguh berharap bisa menerapkannya secara konsisten/istiqamah pada semua orang, baik orang yang aku sukai dan aku harapkan, pada orang yang tak kuharapkan, pada orang yang membenciku atau mengagumiku atau yang menganggapku biasa-biasa saja. Tentunya ini nggak mudah ya, karena dorongan terkuat dalam diri kita pastinya ingin menang sendiri, diutamakan, dikagumi, digemari, tak dibenci dst.. Tapi aku yakin semua dorongan ini bisa kita kalahkan kalau kita sanggup berempati, welas asih pada orang lain. Besarkanlah hati orang lain, jangan biarkan hancur di depanmu…

Jika belum sanggup melakukannya maka yang terpenting adalah kejujuran dan keikhlasan. Jujur ungkapkan apa yang terbersit di hati kita, ikhlas menerima semua keadaan yang memang sudah seharusnya. Konon Iblis pun menyerah pada orang-orang yang ikhlas...(seperti pengajian yak, hehe)

Selain dua prioritas di atas, aku memilih flow with the wind… Biarlah kejutan, sentakan, dan inspirasi merangkumku.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS