Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

SULASTRI

Setiap mendekati lebaran aku tak bisa melepaskan ingatan darimu. Hanya Engkau. Tubuhmu yang mungil, garis keras wajahmu, gelap kulitmu yang menjadi takdir warnaku, geliyut kerentaan fisik yang tak bisa ditutupi lagi.

Dan kau mengeluh tentang rasa ngilu di kaki yang mengganggu khusyu’ subuhmu. Usia telah memberimu isyarat untuk ngaso, berhenti bekerja. Namun dalam tradisi dan kepercayaanmu, kau tidak bisa menerima konsep manusia yang tidak punya kegunaan bagi lingkungan. Serenta apapun, adalah pantangan menggantungkan hidup pada orang lain, meski itu anakmu sendiri.

Entah sejak kapan kita dekat, aku tak ingat. Apakah kita pernah dekat? Tapi terakhir kali menggenggam tanganmu yang dingin diresapi takut saat pesawat lepas landas aku bahagia sekali. Bahagia sekaligus iba. Ini ibuku, yang melahirkanku. Ibu yang menganggap kereta api terbaik adalah kelas ekonomi, kubawa terbang ke angkasa hanya untuk membuatnya bangga. Tapi engkau malah ketakutan. Mengeluhkan AC yang membuatmu menggigil dan masuk angin.

Jarak kita telah jauh ibu, sangat jauh. Aku tak bisa menikmati keindahan duniamu, kaupun tak bisa menyelami hidupku. Betapa menyakitkan menyadari keterpisahan demikian jauh denganmu. Dan aku bukanlah anak yang pintar mengambil hatimu, kurang peka suasana batiniahmu. Masih kuingat sorot matamu yang membuat hatiku berdegub keras ketika kubawakan untukmu hadiah lebaran, kebaya panjang dan kerudung, untuk pertamakalinya dan hanya sekali itu saja. Aku tak pandai menyenangkanmu.

Hanya satu cara yang bisa membuatmu lega di akhir kisahmu. Aku tahu itu, aku sadar. Dan kau tak ragu menagihnnya yang bagiku lebih menakutkan dari ancaman teror.

Ibu. Aku merindukanmu, tapi tak ingin bertemu denganmu. Tak sanggup aku menjanjikan sesuatu yang tak bisa kupenuhi. Tak kuasa menatap harap di matamu.

Maafkan aku ibu, telah kuwarisi kekerasanmu dengan sempurna.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS