Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Darsem Wajah Kita

Kabar kurang sedap, seperti biasa, dihembuskan media massa kita seperti bau napas orang puasa yang malas sikat gigi. Kali ini tentang Darsem. Kalau sampeyan lupa siapa itu Darsem sedikit ingin kubagi disini.

Darsem adalah TKI asal Subang yang divonis mati oleh pengadilan Arab Saudi karena membunuh saudara majikannya. Namun kemurahan hati keluarga korban memungkinkan Darsem lolos dari hukuman mati asal membayar Diyat (denda) senilai 2 juta riyal (4,7 Miliar Rupiah), jumlah yang tidak mungkin dipenuhi keluarga Darsem yang miskin.

Masyarakat kita yang baik hati dan mudah iba, dengan mediasi media massa mulai menggalang dana (semacam koin untuk Prita) untuk membantu pembebasan Darsem. Selain itu juga bertujuan memprovokasi pemerintah yang dicitrakan selalu lambat. Walhasil kedua tujuan itu berhasil. Pemerintah yang kegerahan akhirnya mengucurkan dana 4,7 Miliar untuk membayar denda, di lain sisi televisi (TV-One) berhasil menggalang dana dari masyarakat senilai 1,2 Miliar.

Karena denda sudah dibayar pemerintah muncul pertanyaan mau dikemanakan uang 1,2 Miliar yang telah digalang dari masyarakat. Dan karena televisi bukanlah lembaga donor profesional yang siap mengantisipasi semua keadaan, tak punya pilihan lain kecuali menjadikan uang 1,2 Miliar tersebut sebagai “pesangon” untuk Darsem setelah pulang kampung.

Upacara seserahan pesangon Darsem bertepatan dengan kegerahan yang lain, yakni nasib Ruyati, TKI yang gagal diselamatkan dari algojo Arab Saudi. Masyarakat turut menangisi Ruyati. Maka dalam acara seserahan yang penuh emosi itu, Darsem menyatakan bersedia membagi sebagian pesangonnya untuk keluarga Ruyati yang malang. Pemirsa dan publik pun bertepuk tangan menyaksikan kemuliaan hati Darsem.

Setelah 4 alenia panjang di atas, kisah ini baru dimulai.

Konon setelah pulang kampung membawa pesangon 1,2 Miliar, Darsem dikabarkan beralih wujud menjadi manusia belagu; beli ini beli itu, suka bermewah-mewah, bangun rumah beli sawah. Ada tetangga yang menjulukinya “emas berjalan”. Puncaknya terjadi ketika anak almarhumah Ruyati datang menagih janji ternyata hanya kebagian Rp. 20 juta. Kekecewaan ini sampai di telinga media massa.

Maka mulailah serangan baru kepada Darsem dari orang-orang kota yang diwakili media massa. Darsem pun divonis tak tahu diri. Anggota DPR, aktivis, Sosiolog mencercanya seolah Darsem adalah anaknya yang nakal yang telah mencederai niat baik orang kota yang menyumbang.

Darsem, seperti orang desa yang lain, tak punya mulut untuk bersuara. Mungkin dia berpikir, apa salah saya? Saya tidak pernah meminta pesangon itu tapi kalian memberinya dengan upacara seserahan yang mewah. Uang itu telah menjadi hak saya dan saya berhak mempergunakannya untuk memperbaiki kehidupan saya. Mengapa saya harus mengikuti pendapat anda jika anda mengaku telah ikhlas menyumbang kepada saya… Seperti saya mengikhlaskan 20 juta untuk anak almarhumah Ruyati?

Untuk orang kota yang suka menghakimi, sok pintar, sok bijak, cobalah berpikir dari sudut Darsem. Jangan paksa kenakan bajumu di tubuh Darsem. Ia tak pernah belajar ilmu pembukuan apalagi manajemen mengapa menuntutnya seketika bijak? Ia tak pernah memiliki perhiasan mengapa menuntutnya menjadi perempuan cantik nan anggun? Baginya 20 juta adalah pemberian yang sangat besar dan layak, meskipun saat ini ia miliarder. Doakan saja ia mampu berhemat, rajin menabung untuk sekolah dan masa depan anak-anaknya. Jikapun tidak, jangan salahkan dia. Salahkan diri sendiri kenapa demikian mudah mengumbar sumbangan tanpa perhitungan matang.

Darsem mewakili wajah masyarakat kita. Kesalahan dia adalah kesalahan kita juga.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: