Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Setelah Sebulan Berlalu

Catatan:

10 menit lalu aku menerima sms yang memberitakan wafatnya pak lek/om, adiknya ibu, yang rumahnya berjarak hanya 50 meter dari rumah bapak. Artinya tepat sebulan setelah wafatnya bapak (selisih 6 menit). Allahummaghfirlahu.....

Sebulan ini nampaknya aku dipaksa akrab dengan kematian-kematian, sesuatu yang sebelumnya nyaris tak menyentuh hati. di grup-grup BB yang kuikuti hampir setiap hari ada berita duka. Namun kematian orang lain kerap tak memberi pengaruh apa-apa, kecuali ucapan spontan turut bela sungkawa, secuil empati.

Dulu di sekolah dasar ada ungkapan: kematian adalah salah satu contoh kiamat kecil, utamanya bagi yang mengalaminya dan juga dampak gempanya ke kerabat dekat. Aku, dengan ekspresi minimalis, turut merasakan terjangan itu ketika bapak dipanggil.

Sebulan ini sekurang-kurangnya aku bermimpi ketemu bapak 3 kali. dua kali hanya sekelebat yang tidak sempat bertukar sapa, yang terakhir terasa lebih dekat dan kusempatkan meminta maaf. Mungkin ini hanya sedikit reaksiku atas sesal karena tak bisa menjumpainya di kala masih sadar. Tak ada wasiat, tak ada pesan, hanya linangan air matanya, yang entah kenapa sering tiba-tiba hadir di kepalaku hingga saat ini.

Sebulan ini juga, ingatan akan wajahnya kerap muncul ketika aku hendak melakukan hal-hal yang kurang patut, atau sedikit kontras dengan kesahajaannya. Seolah diingatkan: "bapakmu nggak seperti itu le..." Tapi aku jujur kadang itu mempan, kadang tidak.

Makin kesini aku seperti terjebak dalam satu kontradiksi. di satu sisi semakin kurasakan "bapak" dalam diriku, banyak sifatnya kuwarisi, tetapi di sisi lain aku seperti ingin tunjukkan bahwa aku tak seperti dia. Walau aku tak paham seluruhnya, apa gunanya itu.

Tapi hidup adalah perjalanan kontradiksi. Tugasku hanya mencari solusi dan keseimbangan. Bapak tetap "sesuatu" yang mengingatkanku akan akar kehidupanku. Namun aku memiliki pohonku sendiri.

Semoga Bapak disana tahu bahwa aku memikirkannya, merenungkannya, dan (kadang) mendoakannya. Bukan demi Bapak, tapi demi aku sendiri, perjalananku. dan tentunya juga demi emakku yang... harus kujaga hatinya.

Bapak... Maafkan semua kesalahanku.

Pak Lek Fadloli, semoga jalanmu diperlebar.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: