Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

HAJI: Tentang Kemabruran

Enam tahun lalu, dalam satu blog yang sudah kuhapus, aku pernah membuat tulisan singkat berjudul Kaji Sapi atau Haji Sapi. Bukan menunjuk kepada orang yang naik haji karena menjual sapi, tetapi berasal dari ungkapan kekesalan seorang tetanggaku terhadap seorang haji (berpici warna putih seperti warna kulit sapi) yang setelah pulang dari haji masih tetap berperilaku buruk, rakus tanah hingga menyerobot batas tanah tetangganya. Dasar Haji Sapi! Demikian umpatnya.

Kita sering mendengar istilah Mabrur, semua jamaah mengharapkan kemabruran, aku—meskipun kurang pede—juga mengharapkannya.

Tidak ada ukuran yang jelas tentang kemabruran. Orang-orang yang merasa mendapatkan pengalaman ruhani yang aneh-aneh selama di tanah suci, itu bukan ukuran kemabruran. Demikian juga orang yang berlinang air mata ingin berangkat haji lagi karena merasa demikian mencintai Ka’bah, bukanlah ukuran kemabruran.

Hanya Allah yang menentukan dan tahu siapa yang mabrur hajinya. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin mengilustrasikan bahwa dari 600.000 jamaah haji belum tentu ada 6 orang yang hajinya mabrur. Duhai sulitnya..

Seorang yang berkhutbah wukuf di tendaku di Arafah membuat penjelasan yang menarik tentang tanda-tanda atau indikator kemabruran. Penjelasannya berdasarkan sebuah hadist yang diriwayatkan Ahmad dan Thabrany: Dari Jabir RA, dari Nabi Muhammad SAW berkata "Haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga". Lalu beliau ditanya "Apa tanda kemabruran ya Rasul?" Rasul bersabda "Memberi makan orang yang kelaparan, dan tutur kata yang santun".

Ternyata tanda-tanda kemabruran berdasar hadist nabi bukanlah tanda-tanda yang bersifat spiritual/transendental (alibi seorang haji yang tidak bisa menangis di depan Ka’bah) tetapi murni bersifat duniawi.

Sang khatib menjelaskan: tutur kata yang santun atau lisan yang baik adalah lisan yang tidak pernah menyakiti hati yang mendengar, memberi semangat dan harapan bagi yang mendengar, menghadirkan kenyamanan buat siapa saja yang diajak bicara.

Memberi makan orang yang kelaparan adalah semangat untuk selalu berupaya meringankan beban orang lain; tangan, kaki, harta, dan hatinya selalu diringankan untuk digunakan membantu orang-orang lain.

Penjelasan yang sederhana, luhur, dan tidak semudah mengatakannya.

Semoga aku tidak menjadi Haji Sapi.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar: